Selasa, 10 Desember 2013

Potret Puskesmas di Kabupaten Bangkalan

Kami berkesempatan mengunjungi 2 puskesmas di Pulau Garam, Madura, yaitu Puskesmas Arosbaya dan Puskesmas Jaddih di Kabupaten Bangkalan. Terik matahari terus menyengat selamaperjalanan Surabaya-Madura. Jembatan Suramadu yang gagah menghubungkan dua pulau, Jawa-Madura. Efek pertama dari kehadiran jembatan itu adalah semakin ramainya Bangkalan karena menjadi destinasi. Tenda dan bangunan rumah makan menjamur dan dipenuhi pelancong, lebih-lebih hari libur dan hari raya.
Bangkalan Madura dibatasi oleh laut dan daratan. Di bagian utara dan barat dibatasi oleh Laut Jawa. Sisi sebelah selatan bersinggungan dengan Selat Madura, sedangkan sisi timur dibatasi oleh Kabupaten Sampang. Kabupaten Bangkalan terdiri atas 18 kecamatan yang dibagi lagi atas sejumlah desa dan kelurahan. Pusat pemerintahan di Kecamatan Bangkalan.
Puskesmas pertama yang kami kunjungi adalah Puskesmas Jaddih, Kecamatan Socah. Sambutan para petugas puskesmas hangat dan kekeluargaan. Sengat panas di Pulau Garam sirna seketika.
Seperti sebagian kondisi Puskesmas di berbagai daerah, sarana dan prasarana Puskesmas Jaddih pun masih jauh dari harapan masyarakat. Puskesmas ini memilki 20 desa sebagai daerah binaan dengan wilayah cakupan yang luas. Cukup besar untuk ukuran puskesmas di kecamatan. Hal ini diperparah dengan kondisi jalan yang relatif masih buruk, hingga akses puskesmas harus ber-effort besar. Meskipun jalan tepat di depan Puskesmas kini sudah baik berkat perbaikan yang dilakukan tepat dua minggu sebelum kedatangan kami.
 “Saya merasa puas dengan pelayanan yang diterima di puskesmas Jaddih, petugas kesehatan yang cepat tanggap dalam melayani pasien dan bersikap ramah, hanya saja akses menuju puskesmas menjadi sulit karena kondisi jalan yang rusak”, ucap Cholis, salah satu masyarakat yang menjadi pasien Puskesmas Jaddih.
Itu dari segi akses. Bagaimana dengan simah, ‘isi rumah’ dari Puskesmas Jaddih? Tidak jauh berbeda memang. Sarana dan prasarana penunjang kinerja karyawan terbatas, seperti ambulan atau mobil untuk menjangkau pasien dengan jarak jauh. Apalagi ketika ditengok, bahwa Puskesmas Jiddah juga mengalami keterbatasn tenaga ahli kesehatan.
Menurut Kepala Puskesmas Jaddih, meskipun jumlah sedikit tapi memiliki keterampilan cukup memadai. Tetapi tetap perlu ditingkatkan kembali keterampilannya, tambahnya. Harapan beliau, tenaga kesehatan yang ada dapat terus memacu diri untuk jadi lebih terampil dan lebih baik lagi dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Distribusi obat-obatan yang lama dan tidak merata dari pemerintah juga menjadi kendala Puskesmas Jaddih. Menurut asisten apoteker setempat, bahkan pernah sampai kekurangan obat-obatan. Dengan lamanya distribusi obat-obatan membuat stok obat kosong di Dinkes setempat. Hal ini membuat Puskesmas harus berusaha menyediakan sendiri obat-obatan untuk pelayanan kepada masyarakat. Pernah terjadi gudang penyimpanan obat terendam banjir. Itu karena kondisi gedung yang masih kurang bagus. Miris memang.
Menurut Bidan setempat, kerjasama dengan paraji setempat sangat baik. Sebelumnya melalui pendekatan yang cukup panjang dan mendalam, bidan-bidan setempat berhasil merangkul paraji dan bermitra hingga kini. Program pelatihan paraji berjalan dengan baik. Berkat kerjasama ini paraji tidak lagi menangani persalinan sendirian, melainkan selalu memanggil bidan untuk meminimalkan kematian ibu dan bayi. Bahkan uniknya menurut salah satu paraji yang kami wawancarai, meski sudah menjadi paraji selama 20 tahun, beliau tidak pernah berani memotong tali pusar sendiri. Beliau juga sudah tahu batasan antara tindakan yang boleh dilakukan paraji dan yang harus dilakukan oleh bidan.
Seorang perawat di Puskesmas Jaddih, berharap agar institusi pendidikan kesehatan lebih ketat dalam seleksi penerimaan mahasiswa baru. Memilih yang benar-benar memiliki naluri menjadi tenaga kesehatan sehingga dapat bekerja lebih baik, lebih maksimal dan lebih ikhlas dalam melayani masyarakat. Menurut koordinator bidan setempat, mahasiswa tenaga kesehatan, khususnya calon bidan, dinilai belum memiliki ketulusan dan kecakapan  keterampilan. Bahkan seorang dokter sekalipun. Pernah terjadi, seorang dokter gigi hanya bertahan 3 bulan di Puskesmas Jaddih, dengan alasan pergi yang terkesan manja. Dan sampai sekarang belum ada penggantinya.
Harapan dari berbagai narasumber adalah perbaikan dan penambahan sarana dan prasarana Puskesmas untuk memningkatkan pelayanan kesehatan. Penambahan jumlah tenaga kesehatan serta pelatihan tenaga kesehatan. Satu lagi, mereka mengharapkan pemerintah baik pusat maupun daerah memerhatikan kesejahteraan tenaga kesehatan serta memperjelas status kepegawaian mereka. Harapan ini tentu wajar mengingat area pengabdian dan beban tugas yang besar.
Lepas Salat Jumat kami berangkat dengan penuh semangat ke Puskesmas kedua yaitu Puskesmas Arosbaya.
Kurang lebih 30 menit, kami tiba di Puskesmas Arosbaya. Puskesmas ini sangat jauh berbeda dengan Puskesmas Jaddih. Puskesmas Arosbaya telah memiliki bangunan yang jauh lebih kokoh dan besar. Puskesmas ini sudah menjadi Puskesmas PONED (Penanganan Obstetri Neonatal Emergency Dasar) dengan tenaga kesehatan yang sudah diberikan pelatihan PONED.
Bangunan rawat inap Puskesmas Arosbaya lebih baik dan terawat dengan berbagai kelas rawat inap. Bahkan Puskesmas ini juga dapat disebut Puskesmas Plus karena selain tersedianya fasilitas rawat inap, Puskesmas ini juga memiliki Poli Khusus yaitu Poli dokter spesialis mata, kandungan, gigi, dll.
Dari wawancara kami dengan kepala puskesmas, kami mendapati bahwa puskesmas ini memiliki pelayanan yang baik dan dicari oleh masyarakat. Hanya sikap para tenaga kesehatan yang perlu diperbaiki. Rata-rata tenaga kesehatan di sini tidak memiliki sikap yang baik dan kurang tanggap. Menurutnya perlu dilakukan penyaringan peserta didik agar tidak menghasilkan lulusan yang asal jadi. Lulusan yang tidak hanya mengacu pada nilai, tetapi sikap dan ketanggapan juga harus diperhatikan. Lulusan dengan kecakapan dan kebaikan sikap akan memberikan pelayanan lebih baik kepada masyarakat.
Senada dengan itu, dokter gigi di Puskesmas setempat merasa sikap tenaga medis yang baru lulus memiliki sikap kurang baik dan keterampilan minim. Menurut bidan ahli setempat, para mahasiswa tenaga kesehatan itu kurang memiliki motivasi dan tidak memiliki rasa ingin tahu yang tinggi dalam menggali ilmu pengetahuan di lapangan. Dinilai kedisiplinan mereka rendah.
Menurut seorang perawat ahli, sarana dan prasarana yang diberikan pemerintah tidak standar dan cepat rusak. Sering butuh perawatan.
Dengan kondisi plus-minus seperti ini, masyarakat sudah merasa puas dengan pelayanan Puskesmas Arosbaya. Mereka mendapatkan pelayanan prima, tanggap, dan nyaman. Berbicara tentang kualitas tenaga kesehatan menurut beberapa masyarakat harus dilakukan perbaikan karena tidak meratanya sebaran tenaga ahli. Dan terakhir mereka mengimbau agar pendidik tidak menjadikan institusi kesehatan sebagai alat untuk mengeruk keuntungan.
Kolaborasi, birokrasi dan distribusi pelayanan kesehatan di Kabupaten Bangkalan harus diperhatikan oleh pemerintah pusat dan daerah dalam berbagai bidang terutama sebaran sumber daya manusia serta sarana dan prasarana yang memadai, agar dapat mewujudkan pelayanan kesehatan yang maksimal serta dapat meningkatnya derajat kesehatan masyarakat Bangkalan. Pengetahuan, keterampilan dan kompetensi tenaga kesehatan harus ditingkatkan sejak bangku kuliah dan hal tersebut menjadi tanggungjawab bersama antara institusi pendidikan kesehatan dan pemerintah.
Kelak kita akan melihat masyarakat sehat, karena tenaga medisnya berkualitas hebat, cukup jumlahnya, bagus etikanya, dan tentu mudah dijangkau masyarakat. (*)

Bangkalan, 23 Agustus 2013.
dr.Mushtofa Kamal

Lomba Blog FPKR

Tidak ada komentar:

Posting Komentar