Kamis, 16 September 2010

Idealisme Ku, Idealisme Kami

Duat tahun kebersamaan berlalu. Dalam sebuah asrama orange yang penuh cerita dan cita. Suka duka dijalani bersama...
Dua tahun sudah bersama meneriakkan Idealisme Kami, yang semoga tidak hanya sebatas kata tapi bisa terwujud dalam dunia nyata.

IDEALISME KAMI

Betapa inginnya kami agar bangsa ini mengetahui
bahwa mereka lebih kami cintai daripada diri kami sendiri.

Kami berbangga ketika jiwa-jiwa ini gugur sebagai penebus bagi kehormatan mereka,

jika memang tebusan itu yang diperlukan.

Atau menjadi harga bagi tegaknya kejayaan, kemuliaan,
dan terwujudnya cita-cita mereka,

jika memang itu harga yang harus dibayar.

Tiada sesuatu yang membuat kami bersikap seperti ini
selain rasa cinta yang telah mengharu-biru hati kami,
menguasai perasaan kami, memeras habis air mata kami,
dan mencabut rasa ingin tidur dari pelupuk mata kami.

Betapa berat rasa di hati
ketika kami menyaksikan bencana yang mencabik-cabik bangsa ini,
sementara kita hanya menyerah pada kehinaan dan pasrah oleh keputusasaan.

Kami ingin agar bangsa ini mengetahui bahwa kami membawa misi yang bersih dan suci,
bersih dari ambisi pribadi, bersih dari kepentingan dunia,dan bersih dari hawa nafsu.

Kami tidak mengharapkan sesuatupun dari manusia,
tidak mengharap harta benda atau imbalan lainnya,
tidak juga popularitas, apalagi sekedar ucapan terimakasih.

Yang kami harap adalah

terbentuknya Indonesia yang lebih baik dan bermartabat
serta kebaikan dari Allah-Pencipta Alam Semesta.

Idealisme Kami, PPSDMS Angkatan IV 2008-2010

Senin, 13 September 2010

Kuliah di FK UGM

Bismillah,
sudah tidak terasa lebih dari tiga tahun aku berada disini. Kuliah ditempat yang sebelumnya sama sekali tidak terpikirkan dan terbayangkan oleh ku yang bodoh ini..
Kuliah di Fakultas Kedokteran yang katanya fakultas yang paling susah masuknya,paling lama studinya dan paling susah materinya.(dan emang begitu kenyataannya)
Sepertinya semua yang sedih-sedih,susah-susah tumplek bleg disini.
Bagiku yang suka ngitung-ngitung dan ngotak-atik rumus-rumusnya Om Einstein tentu berat banget ketika harus menyelami dunia biologi dan hafal menghafal yang aku benci banget. Kalau boleh kasi info aja, nilai biologiku di SMA beuh parah abis..dapat nilai 70 aja dah sujud syukur aku...parah yak..
Nah terus klo begitu gimana ngejalanin 3 tahun ini klo semuanya negatif gitu?
Nah lo, apapun itu kalau dijalani dengan seneng dan positif bakal membuat kita enjoy juga..mudahnya kalau udah kejebur ya sekalian aja nyelem atau nyari ikan didalam atau kata Aa Gym "kalau nasi sudah menjadi bubur ya jangan dibuang atu tapi jadikan bubur itu bubur ayam ter-enak yang pernah ada"...
Cukup simpel walaupun sering dalam pelaksanaannya tidak sesimpel yang dibayangkan.Tapi trus mau ngapain klo ga mau nyelem sekalian. Mudahnya dan pragmatisnya gini, udah masuknya susah dan bayarnya udah mahal banget (untuk ukuranku) masa iya kita merelakannya dan membiarkannya begitu saja. Apa artinya pengorbanan yang telah kita lakukan. Apa artinya pengorbanan yang telah orang tua kita berikan. Apa artinya harapan orang-orang disekitar kita,keluarga kita yang tahu bahwa kita nanti akan menjadi dokter...Tegakah kita menyia-nyiakannya?
Hahaha..aku sangat suka modifikasi pepatah tadi..buat bubur ayam yang ter-enak yang pernah ada atau klo udah nyebur ya sekalian nyelem dan cari ikan sebanyak-banyaknya dan klo nemu mutiara ya ambil saja..
Pikiran positif dan optimis seperti ini sangat penting ketika kita menjalani segala sesuatu apalagi hal yang sebelumnya tidak kita sukai..karena gini "you are what you think"..kita akan menjadi apa yang kita pikirkan. Lagipula otak kita tu sifatnya repetitif, dia suka mengulang-ulang dan akan menanamkan mind set sesuai dengan apa yang kita pikirkan..klo [ikiran kita selalu negatif maka hal negatiflah yang kita dapat, tapi klo kita menanamkan sikap2 positif yakin deh hal positif yang kita dapat..
Dan yang pasti,apapun itu, selalu semuanya kita kembalikan pada-Nya. Tidak ada pertolongan selain pertolongan-Nya...tetap berusaha dan berjuang sambil terus berdoa supaya diberi kemudahan apa-apa yang kita lakukan..insyaAlloh kalau semua diniatkan untuk ibadah maka semuanya akan berjalan lancar..
(hahahaha walo tulisan ni cetek a.k.a dangkal banget,paling nggak hari ini aku nulis.^^)

Sabtu, 04 September 2010

judulnya?

Ketika membaca novel Negeri 5 Menara, aku terhenti pada halaman dimana syair taubat Abu Nawas yang tertulis rapi dalam dua lembar salah satu bab novel ini. Memang sebelumnya aku sudah sering melantunkan syair ini. Namun baru kali ini hati terhenyak merasakan betapa dalam makna syair gubahan Si Abu Nawas yang lebih kita kenal sebagai “penghibur” Sultan Harun Arrasyid.
Ilahi lastu lilfirdausi ahla,
Walaa aqwa ‘ala naaril jahiimi
Fahabli taubatan waghfir dzunubi,
Fainnaka ghafirudz-dzanbil ‘adzimi..
Dzunubi mitslu a’daadir-rimali,
Fahabli taubatan ya Dzal Jalaali,
Wa ‘umri naqishu fi kulli yaumi,
Wa dzanbi zaaidun kaifahtimali,
Ilahi ‘abdukal ‘aashi ataak,
Muqirron bi dzunubi Wa qad di’aaka
Fain taghfir fa anta lidzaka ahlun,
Wain tadrud faman narju siwaaka
Yang artinya kurang lebih seperti ini :
Wahai Tuhanku…aku sebetulnya tak layak masuk surgaMu,
Tapi…aku juga tak sanggup menahan amuk nerakaMu,
Karena itu mohon terima taubatku ampunkan dosaku,
Sesungguhnya Engkaulah maha pengampun dosa-dosa besar
Dosa-dosaku bagaikan bilangan butir pasir
Maka berilah ampunan oh Tuhanku yang Maha Agung
Setiap hari umurku terus berkurang
Sedangkan dosaku terus menggunung,
Bagaimana aku menanggungkannya
Wahai Tuhan,hambamu yang pendosa ini
Datang bersimpuh kehadapanMu
Mengakui segala dosaku
Mengadu dan memohon kepadaMu
Kalau Engkau ampuni itu karena Engkau sajalah
Yang bisa mengampun
Tapi kalau tolak, kepada siapa lagi kami mohon ampun
Selain kepada Mu?
Tak bermaksud apa-apa hanya hamba yang dhaif ini ingat akan pesan dari Al-Quran surat Al-‘Ashr yang menasihatkan kita untuk saling mengingatkan dalam hal kebenaran dan kesabaran. Wallohu a’lam.

Surauku Yang Hilang

Kemanatah Surauku
(Sabtu,28 November 2009,19.00)
Alhamdulillah Idul Adha ini, aku mendapat untuk bersilaturahim ke rumah di Magelang. Pas sampai di rumah adzan maghrib berkumandang. Tentu setelah sempet ribet nyari sarung dan peci (karena semuanya tak tinggal di jogja) aku pun berangkat ke langgar (surau.red). Ada pemandangan aneh ketika aku sampai di surauku. “lho kok sepi?” itu pertanyaan pertama yang terbersit di benakku. Aku mencoba membuka kembali memori-memoriku yang tersimpan acak di kepalaku, mengingat dan membandingkan keadaan saat ini dengan keadaan beberapa tahun yang lalu. (wah dah adzan isya’,sholat dulu ah..).
Ku-putar album video masa kecilku dengan hati-hati. Mengingat gelak tawa,dan canda ketika aku dulu masih sering dicukur kuncung bersama teman-teman masa kecilku. Kegembiraan ketika ashar tiba dan matahari mulai mengucapkan kata perpisahan untuk istirahat sebelum menyongsong esok hari. Kami bersiap untuk menimba ilmu di surau kecil kami di pinggiran kampong. Ku kayuh sepeda biru kecilku, dengan peci yang terpasang miring karena terburu-buru dan sarung terkalung seperti si pitung serta buku kecil bertuliskan “AsSaafinatun Najah” kitab fikih pertamaku. Sampai di surau kami dibimbing oleh seorang kyai di kampungku mengkaji isi kitab fikih itu. Kami dengan suara keras mengulang-ulang apa yang dibacakan oleh Pak Kyai. Sampai maghrib kami sholat berjamaah dan dilanjutkan dengan mengaji Al-Quran. Tak jarang kami di jewer atau di suruh berdiri karena membuat gaduh surau atau lupa dengan pelajaran hari sebelumnya. Yah tapi itu justru yang menambah manis kenangan masa laluku.
Benar itu masa lalu dan sekarang ketika kulihat surauku lagi ada perasaan senang bercapur sedih. Perasaan senang karena surauku tak lagi dingin seperti dulu, senang karena surauku sudah lebih cerah cat-nya dibandingkan dulu. Tapi kegembiraan itu seakan sirna ketika melihat kenyataan bahwa ada yang hilang dari surauku. Surauku tak lagi seramai dulu, tidak ada anak kecil dengan suara keras nan semangat melafadzkan ayat-ayat suci AlQuran. Tetap “pede” walau sering ditegur karena tajwid-nya sering tidak pas (itu aku). Substansi dari surau tidak secerah catnya yang masih baru. Tak semengkilap keramiknya yang putih berkilau. Kemanakah anak-anak ini sekarang? sedang apakah mereka magrib ini? Majelis Ta’lim manakah yang mereka ikuti sekarang?
Pertanyaan-pertanyaan yang tentu bisa dijawab dengan mudahnya oleh siapapun yang sadar bahwa ada masalah besar yang menentukan nasib Agama ini, nasib Bangsa ini. Relakah kita, generasi muda kita tidak memiliki sopan santun seperti Sinchan? Relakah kita generasi muda bangsa ini menjadi generasi yang main hantam untuk menyelesaikan masalah layaknya Naruto dan Inuyasha? Tegakah kita membiarkna generasi muda ini berpanjang angan dan hanya mengandalka keajaiban untuk meraih mimpi? Sihir, kekuatan ajaib, undian, relakah? Jawabannya ada pada diri kita.
Ya Alloh aku rindu surauku yang dulu..
Ya Alloh kembalikan Darul Arqam di kampungku ini…
Kembalikan suara-suara riang anak-anak yang bertasbih dan mengkaji ayat-ayatMu
Ya Alloh, selamatkanlah generasi muda bangsa ini..
*ditulis oleh hamba yang dhaif yang punya harapan mengembalikan suraunya yang “hilang”

Kamis, 02 September 2010

Entahlah..hanya ingin menulis.

Kadang berpikir bahwa akan sangat menyenangkan memiliki teman yang bisa diajak berbagi,bercerita bebas tentang pengalaman sehari-hari..
Kadang berpikir bahwa akan sangat menyenangkan memiliki teman yang selalu mengingatkan untuk selalu berbuat baik dan optimis dalam menjalani hidup..
Kadang berpikir bahwa akan sangat menyenangkan memiliki teman yang mau mendengarkan keluh kesah dan kesedihan yang dialami..
Kadang berpikir bahwa akan sangat menyenangkan memiliki teman yang saling mengerti dan memahami
kadang berpikirr bahwa akan sangat menyenangkan memiliki teman yang ,,,,,bisa berbagi mimpi dan bersama-sama meraihnya..