Senin, 26 September 2011

Refleksi : Awal Sebuah Jalan Ketidaksengajaan

Ditulis 2o Mei 2011

Sebuah sejarah bagi diriku terukir pada hari ini.Di awali dari sebuah ketidaksengajaan menjadi sesuatu yang benar-benar sejarah bagiku. Ya, saat ini aku berdiri dalam dekapan jalan ketidaksengajaan. Toga hitam membalut tubuh keringku. Toga hitam ketidaksengajaan mungkin. Mungkin tidak ada yang tahu bahwa selama ini aku berbohong pada mereka. Bahkan aku berbohong pada diriku sendiri. Entah kebohongan yang disengajakan atau suatu ketidaksengajaan. Sering aku tertawa dalam hati ketika melihat proyeksi diriku dalam sebingkai cermin kecil. Sering pula aku menangis dalam hati ketika melihat betapa apa yang kucapai saat ini adalah buah dari ketidaksengajaan. Ketidaksengajaan yang indah. Ketidaksengajaan yang mengantarkanku pada keadaanku saat ini.

Teringat hampir empat tahun lalu ketika aku masih duduk di kelas XII SMA. Ya, XII IPA 5,nostalgia tak terlupa. Aku yang termasuk siswa yang dengan keberuntungan bisa menjadi bagian tak terlupakan dalam perjalanan sekolahku selama 3 tahun ini. Bersyukur karena aku yang sangat biasa ini bisa tercatat dalam catatan lain di sekolahku, tentu catatan yang baik.

Saat itu yang aku pikirkan adalah bisa melanjutkan sekolah dan kemudian bekerja. Benar-benar tipikal orang biasa. Pikiranku sudah tertuju pada akademi militer. Itulah cita-cita sederhanaku untuk bisa menjadi seorang perwira,perwira angkatan darat. Entahlah, setan apa yang merasuk dalam pikiranku saat itu. Waktuku aku habiskan untuk mempersiapkan fisik dan mental untuk bisa lolos ujian. Menu lari pagi 2-3 kilometer dengan pemberat dimasing-masing kaki 2 kilogram adalah hal yang biasa buatku. Push up dan sit up menjadi menu pagi sehabis mengaji. Saat itu aku berpikir, bodoh sekali jika mereka tidak menerimaku dengan segala kelebihan yang aku miliki. Benar-benar setan telah merasuk dalam otakku.

Pada waktu itu aku tidak peduli dengan euforia teman-temanku yang ribut untuk mengikuti berbagai ujian masuk perguruan tinggi. Rasa optimisku sudah merasuk sampai ujung jempol kakiku. Entah si jempol sadar atau tidak tetapi rasa percaya diriku sudah membuncah tanpa berpikir bahwa dunia ini diciptakan dengan berpasang-pasangan. Bahwa ada keberhasilan dan ada kegagalan. Keduanya berbagi probabilitas yang sama seperti sebuah koin mata uang. Aku melupakan itu.

Dan akhirnya aku gagal lulus seleksi. Kecewa, itulah yang ada dipikiranku. Seakan apa yang sudah aku lakukan sama sekali tak ada artinya.

Aku putar kembali life plan-ku. Aku rombak habis segala cita-cita dan angan-angan yang sudah aku bentuk jika aku berhasil menjadi seorang perwira TNI. Kemudian aku mulai melihat peluang-peluang yang tersisa. Sambil menahan rasa iri sebab sudah banyak teman yang sudah diterima di perguruan tinggi ini dan itu sedangkan aku masih berdiri dalam ketidakpastian. SPMB menjadi jalanku satu-satunya untuk bisa melanjutkan sekolahku.

Dan ketidaksengajaan itupun dimulai. Aku memasukkan daftar prioritas fakultas yang sama sekali jauh dari latar belakangku. Alasannya sederhana, aku menjadi malas belajar jika standar yang aku tuliskan bukan standar tertinggi yang mungkin bisa aku capai. Dan ketidaksengajaan itu berbuah kebingungan. Ketika hal yang tidak aku sangka benar-benar terjadi. Bingung apakah aku benar-benar bisa bertahan disana. Ketidaksengajaan yang mendilemakan.

Pagi itu dengan hati yang masih tertunduk melihat ketidaksengajaan ini, aku berdiri tegap dengan jas almamater yang menyembunyikan rasa terdalamku,terpasang rapi ditubuh kecilku. Melihat sekelilingku, membuatku takut dan merasa inferior dibanding yang lain. Semua dengan ceria berbaris dan bersenda gurau. Aku yakin gurat muka mereka menandakan kegembiraan yang amat sangat. Sedangkan diriku, 180 derajat berkebalikan dengan mereka. Entahlah, sekali lagi aku masih takut. Ku coba berkenalan dan bergaul dengan mereka untuk menutup ketakutanku akan segala hal yang akan aku hadapi nanti. Ku coba tersenyum, tersenyum dalam selubung ketakutan.

Tiga setengah tahun berlalu. Terlalu banyak cerita selama 3,5 tahunku di kampus ini. Suka, duka, senang, sedih, bangga, kecewa semua bercampur menyatu dalam harmoni cerita tiga setengah tahunku disini. Teman-teman yang sangat baik. Guru-guruku yang sangat luar biasa. Bagaimana dengan rasa takut dan inferiority-ku? Rasa ketakutanku sudah sedikit bisa aku atasi.Rasa inferiority-ku sudah sedikit bisa aku sembunyikan karena masih sulit aku untuk menghilangkannya. Sampai saat ini. Sudah kucoba untuk men-sugesti dan meyakinkan diriku tapi masih saja ada dan menghantuiku. Sampai saat ini.

Kini, sudah pantaskah diriku untuk mengenakan toga ini atau belum, aku tidak tahu. Yang pasti saat ini aku memakainya. Dan terpaksa aku harus pantas, entah bagaimana caranya. Buah ketidaksengajaan yang saat ini harus aku jalani jalan ketidaksengajaan ini. Ketidaksengajaan yang bersejarah dan mau tidak mau harus aku jalani jalan ketidaksengajaan ini dengan penuh kesengajaan dan kesadaran. Berharap lewat jalan yang aku awali dengan ketidaksengajaan ini, aku bisa memberikan manfaat bagi orang lain.

My beliefs, just do my best and I’m sure, I will get the best. And He will give the more best than I can imagine. That’s His promises and He’ll never broke His promises.