Selasa, 10 Desember 2013

Ketika Puskesmas Overload

Kapan terakhir ke puskesmas? Atau jangan-jangan puskesmas hanya kita kenal di pelajaran sekolah? Kita pernah membacanya di buku Bahasa Indonesia, yang dikunjungi Budi dan keluarganya ketika sakit. Kita hampir-hampir tidak pernah meniatkan diri untuk berobat ke Puskesmas.
Di pikiran kita puskesmas lokasi paling pas untuk berobat masyarakat bawah dan orang miskin. Lokasinya di daerah terpencil, dengan peralatan kesehatan kurang modern. Suasananya riuh dan kumuh. Dokter-dokter datang terlambat, susah ditemui dan malas-malasan. Itu memang gambaran pertama kalau kata puskesmas. Dan faktanya memang demikian. Terlebih di kota-kota besar, dimana akses rumah sakit terbuka luas, Puskesmas menjadi mata kiri yang tidak perlu diperhitungkan. Masyarakat lebih memilih berobat ke rumah sakit.
Puskesmas Majalaya
Tetapi bagaimana dengan cerita puskesmas dengan 400 pasien dalam sehari? Apa itu puskesmas terbaik dengan tenaga dan alat kesehatan terbaik? Hingga para pasien membludak begitu. Mari kita telisik.
Fenomena itu dapat ditemukan di Puskesmas Majalaya Baru, Kabupaten Bandung. Puskesmas di daerah sub urban Kabupaten Bandung. Lumayan jauh dari daerah perkotaan yang hingar-bingar dengan julukan Paris van Java. Dengan mobil memakan waktu dua jam perjalanan dari pusat kota Bandung. Jangan tanya bagaimana kondisi jalan. Beraspal atau tidak. Kita tentu tahu bagaimana kondisi jalan di daerah-daerah terpencil. Rahasia umum.
Lokasi Puskesmas Majalaya Baru yang strategis, di pinggir jalan besar pertemuan beberapa daerah di sekitar Majalaya, menjadikan puskesmas ini seperti lampu bagi laron, magnit besar bagi penduduk untuk berobat. Penduduk sakit dari daerah kantong sekitar Majalaya yang sama-sama miskin semua berbondong-bondong ke Puskesma Majalaya Baru. Mau ke rumah sakit jauh, mahal. Jadilah Puskesmas Majalaya Baru hampir-hampir kelebihan beban pasien.
Pagi menjelang siang, antrean mengular di muka loket pendaftaran pasien seperti sedang mengantre sumbangan atau raskin. Kepala Puskesmas Majalaya Baru,  drg Endang NF, M.Kes bahwa pasien di puskesmas tersebut setiap hari membludak. Majalaya merupakan daerah dengan mayoritas penduduk bekerja sebagai pegawai pabrik dan sedikit yang bekerja sebagai petani maupun wiraswasta. Dan puskesmas Majalaya baru menjadi salah satu andalan masyarakat sekitar untuk berobat ketika sakit. Puskesmas ini memiliki total 42 tenaga kesehatan meliputi 4 dokter umum, 2 dokter gigi, 11 perawat, 11 bidan dan 14 tenaga lain.
Puskesmas Majalaya
Menurut penuturan drg Endang, jumlah pasien ketika hari biasa mencapai 400 orang dan hari sabtu 200 orang. Jadi setiap dokter di Puskesmas Majalaya Baru setiap harinya harus melakukan pemeriksaan untuk 50 sampai 80 orang pasien. Horor! Standarnya dokter di Indonesia hanya memeriksa maksimal 30 pasien,bahkan di luar negeri hanya diperbolehkan paling banyak 20 pasien. Bisa dibayangkan, andai seorang dokter setiap harinya berhadapan dengan lebih dari 30 pasien, kemungkinan untuk ala kadarnya dalam melakukan diagnosa sangat tinggi.
“Bayangkan saja, 400 pasien dalam sehari. Ada 4 dokter umum dan 3 dokter gigi, termasuk saya.  Namun, saya sendiri sudah cukup banyak urusan administratif yang harus dikerjakan”, terang Ibu Endang sambil menunjukkan tumpukan dokumen yang siap ditandatangani. Wajah ayunya tampak letih karena beban pekerjaan.
Untuk menyiasati hal itu Puskesmas Majalaya Baru mengeluarkan surat kewenangan untuk perawat dan bidan, supaya bisa membantu pemeriksaan dan pengobatan pasien. Jadi tidak heran ketika kita melakukan kunjungan ke Puskesmas Majalaya Baru, bidan dan perawat juga berkerja laiknya seorang dokter. Memang kejadian fatal belum terjadi, semoga tidak akan terjadi. Tetapi kemungkinan ke sana akan tetap ada, andai kondisi minim tenaga kesehatan belum juga teratasi.
Kondisi kekurangan tenaga medis sedikit terbantu dengan sering dijadikannya Puskesmas Majalaya sebagai lokasi magang/internship bagi dokter, bidan maupun perawat yang baru lulus dari kampus.
Hal ini cukup membantu dalam pelayanan karena ada tambahan tenaga kesehatan yang bisa diperbantukan di puskesmas. Ketika ditanya soal kompetensi tenaga kesehatan, dr. Rina, salah satu dokter di Puskesmas Majalaya Baru mengatakan bahwa apa yang didapat di kampus sudah cukup. Namun bagi lulusan baru harus sebanyak-banyaknya menggali pengalaman klinis di lapangan, terutama komunikasi efektif yang tidak bisa diajarkan tapi didapat dengan latihan langsung kepada pasien. Mereka butuh jam terbang.
Hal sama juga dialami bagi bidan yang baru saja lulus. Bagi bidan-bidan yang baru lulus, biasanya masih belum siap untuk dilepas sendiri. Mereka masih perlu beberapa kali pendampingan dari dokter maupun bidan senior. Pengalaman klinis yang cukup akan membantu bidan maupun tenaga kesehatan lain untuk bisa memberikan pelayanan kesehatan yang optimal. Bagaimana pun pasien bukan robot, maneken, atau jenazah yang boleh sesukanya diotak-atik. Pasien adalah manusia hidup, butuh cara komunikasi cara melakukan pemeriksaan yang baik.
Menurut drg. Endang, salah satu kelebihan tenaga medis di Puskesmas Majalaya Baru adalah semangatnya untuk menambah ilmu. Mungkin kesadaran bahwa puskesmas tempat mereka bekerja sedemikian padat oleh pasien, makan keterampilan dan keahlian medis harus terus ditingkatkan.
“Saya sangat senang karena perawat dan bidan disini sangat semangat untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi. Bahkan ada yang sekolah lagi dengan biaya sendiri”, kata drg. Endang dengan semangat.
Kompetensi dan pengetahuan memang harus selalu ditingkatkan dan di-update. Namun, dr Rina menyayangkan bahwa dari dinas kesehatan sendiri tidak konsisten menyelenggarakan pelatihan-pelatihan maupun seminar bagi tenaga kesehatan. Padahal hal tersebut sangat penting. Jauh dan terpencilnya daerah Majalaya menjadi alasan utama kenihilan tersebut.
“Jadi ya seringnya kami hanya update ilmu lewat internet. Dan untuk dokter umum sebaiknya juga diberikan pelatihan-pelatihan khusus seperti EKG dan ATLS-ACLS”, terang dr Rina.
Pasien menunggu dengan sabar :P
Senada dengan dokter Rina, para bidan, salah satunya adalah bidan Tini, juga mengatakan bahwa pengetahuan yang diterima di kampus sebenarnya sudah cukup. Namun perlu jam terbang yang lebih dan juga pelatihan-pelatihan yang kontinyu. Beliau mengaku dalam setahun terakhir ini praktis tidak ada pelatihan yang diadakan oleh dinas kesehatan, jadi beliau bergantung pada internet untuk update ilmu.
Untuk ukuran puskesmas, Puskesmas Majalaya Baru memang overload pasien. Meski dibantu dengan tenaga medis yang magang maupun bidan dan perawat yang secara darurat ditugaskan sesekali mengambil alih peran dokter. Mereka benar-benar membutuhkan tenaga medis khususnya dokter. Wahana untuk meningkatkan skill dan pengetahuan terbaru akan dunia klinis belum dirasakan secara nyata. Mereka hanya mengandalkan internet untuk belajar. Kemungkinan buruk selalu ada dalam dunia klinis. Tetapi kalau tenaga medis yang cukup dan memiliki kemampuan tinggi ada, kemungkinan itu dapat diminimalisir.
Pemerintah pusat harus berkolaborasi dengan pemerintah daerah dalam menyiapkan dan menyediakan tenaga kesehatan, fasilitas dan sarpras, serta program pelayanan kesehatan untuk semua masyarakat, terutama masyarakat di daerah sub urban, yang sebenarnya tidak terlalu jauh dari kemewahan fasilitas di kota besar. Program-program layanan kesehatan untuk masyarakat kurang mampu seharusnya dapat benar-benar membantu, bukannya mempersulit dengan aturan administrasi yang kompleks.
Kompetensi dan kewenangan dalam memberikan layanan kesehatan merupakan hal utama yang harus dibenahi dalam usaha memberikan pelayanan kesehatan paripurna kepada masyarakat. Kompetensi tenaga kesehatan harus ditingkatkan melalui pelatihan-pelatihan ataupun sertifikasi. Di sisi lain, kewenangan tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan dapat terjaga sesua standar jika jenis dan jumlah tenaga kesehatan yang tersedia dapat terpenuhi.
Setiap masyarakat berhak mendapatkan layanan kesehatan terbaik, sehingga pendidikan tinggi kesehatan diharapkan mampu menghasilkan tenaga kesehatan yang kompeten dan profesional.
Sehingga nanti tidak akan muncul klausa, “Orang miskin dilarang sakit!”. Miskin kaya tetap memiliki hak sehat yang sama.(*)
dr.Mushtofa Kamal, dokter puskesmas ^^


Lomba Blog FPKR

3 komentar:

  1. waa... menarik sekali jalan ceritanya.. :)
    meskipun overload pasien, tenaga puskesmas di sana masih bisa bersikap sabar, ya.. salut!

    Berikut artikel yang saya kirim di lomba FPKR, tapi belum beruntung masuk ke antologi :)
    http://asagienpitsu.wordpress.com/2013/12/11/wasor-tb-pejuang-kesehatan-di-balik-layar/

    BalasHapus
    Balasan
    1. terima kasih...yey..hehe...iya..salut buat semuanya, sebenarnya semuanya bagus cuma sistemnya aja yang bikin ribet termasuk overload pasien ini..

      Hapus
  2. Maaf mau tanya... Poli gigi buka ny setiap hari apa ya??

    BalasHapus