Tik.tik.gemeretak
jarum jam tangan mengalun malam ini. Bercampur dengan suara bip-bip-bip monitor
jantung bagaikan simfoni kacau malam itu. Simfoni yang diperparah dengan suara
serak dan sesak tubuh yang terbujur lemah dalam kamar luas berisi belasan tubuh
dalam kondisi yang setali tiga uang.Entahlah, suara apalagi yang bakal muncul.
Malam ini
menjadi hari terakhirku jaga malam di bangsal ICCU. Tak ada firasat apapun, tak
ada pertanda apapun. Malam ini semua terasa sama seperti biasanya. Baru dua jam
setelah aku operan jaga dengan teman sekelompokku tapi malam ini terasa lama
sekali. Sepi. Bolak-balik kutengok jam tangan hitam kecilku dan berharap segera
selesai tugas jagaku. Namun, seakan jarum detik ini hanya berputar-putar tanpa
diikuti putaran jarum menit apalagi jam.
Waktu coba
kupercepat dengan membolak-balik status rekam medis yang tergeletak rapi dibawah
kolong meja perawat. Mencoba mengikuti kata senior-seniorku untuk belajar dari
pasien, ku baca-baca status itu.Satu demi satu kubuka dan coba menulis template
untuk follow up pasien besok. Duh kok jelek semua, pikirku. Jelek kuartikan
sebagai pasien yang prognosis membaiknya minimal atau bahkan tidak ada.
Mendekati ajal lah mudahnya. Kucoba untuk berharap semoga besok semua pasien
dalam keadaan baik sehingga tidak merepotkanku waktu followup dan laporan esok
paginya.
Kulihat
kembali jam tanganku, dan masih sama. Lama. Semua status telah selesai aku tulis. Kucoba pelajari
kembali status satu demi satu. Jedug, aww. Kepalaku terbentur meja. Tak sadar
berat mata ini untuk tetap terjaga. Kucoba berjalan supaya saraf simpatisku
terangsang sehingga bisa melek lagi. Berhasil, tapi hanya bertahan beberapa
menit. Owh tidak, perawat semua juga sudah tidur,kalo aku tidur siapa yang
jaga, pasien jelek begini,bisikku. Keterbatasan orang dalam kelompokku membuat
kami harus berjaga sendirian saja supaya bisa istirahat esok paginya. Ah, coba
aku keliling lihat pasien.
Pasien bed
1, Bapak Hendrawan namanya. Beliau adalah seorang manajer di sebuah bank
ternama. Sekarang terbujur tak tersadar di bed ini. Tadi siang sempat terjadi
VT kata temanku saat operan tadi. Duh, jantung. Padahal kemarin sudah membaik
dan bahkan bisa mengobrol denganku kemarin. Semoga membaik, doaku.
Bed 2, Ibu
Jamilah, penghuni lama. Punya penyakit jantung juga. Baik beliau orangnya,
sampai kadang tak habis pikir kenapa orang sebaik beliau bisa terkena penyakit
ini. Sesak kulihat nafasnya, dan benar, “ronkhi basah basal positif,duh edema
paru. Sudah siberi ekstra diuretik tapi lambat progresnya”.
Kulanjutkan
langkahku ke bed 3 dan seterusnya sampai bed 15 sudah aku sambangi semuanya.
Jelek, kesimpulanku berdasarkan data objektif yang aku punya. Huft, semoga
semuanya besok membaik. Kembali aku berjalan menuju nurse station yang juga
merupakan tempat tidurku nanti.
Kurapikan
kembali buku-buku tebalku. Kukembalikan rekam medis pasien di rak-rak tua dekat
meja. Sambil memastikan semua aman, kulepas jas putih kumalku, kulipat rapi dan
kutaruh dimeja. Kuletakkan dengan nyaman kepalaku dilipatan jas putihku. Merapal
doa sebelum tidur dan kutambah doa agar pasienku sehat semua. Mataku pun mulai
terpejam. Ups,lupa, set alarm untuk besok pagi. Jangan sampai keduluan perawat
bangunnya. Sambil duduk dan berbantalkan jas, kucoba menutup kembali kelopak
mataku. Dan tertidur.
Beep..beep..beep..Ya
Alloh suara darimana itu. Terhentak dari tidurku kupakai kembali jasku dan
kucari arah suara itu.Bapak Hendrawn, batinku. Kulihat monitor, VT! Kudekati
badan lemah di bed 1, “apnea dan no pulses!” Segera aku lari menuju ruang
residen, ku ketuk pintu kamar tersebut. Bodo lah, mau dimarahi atau apa,
berkali-kali ku ketuk pintu kamar itu. Dok, Apnea-VT bed 1, teriakku. Terbuka
pintu dan tampak dr.Andi, dokter jaga
malam itu, langsung menyambar jas putihnya, kemudian bergegas. “Dek bangunkan
perawat juga”,pintanya. Okelah.
Lanjut ku
lari ke kamar perawat yang masih agak gelap. “Mas, bangun mas. Apnea!, “teriakku.
Kudengar suara mengiyakan dari balik pintu. Langsung bergegas ku ambil NRM dari
lemari dan lari ke arah dr.Andi yang dengan cekatannya meng-RJP pasien. “Dek, gantian.
Aku mau siapkan injeksinya !”, langsung kegantikan beliau melanjutkan RJP-nya.
Ayolah,
nafas pak. Terlihat wajah Pak Hendrawan, pucat, belum menunjukkan adanya
perbaikan. Kulanjutkan RJP-ku, sambil melihat semua yang disana sibuk untuk
memberitahu keluarga, menyiapkan macem-macemnya. Kulihat dr.Andi masukin ini
dan itu lewat jalur IV pak hendrawan. Bodo lah apa itu, lupa nanya, yang
penting kuteruskan pijat jantungku. Kulihat monitor, masih saja VT. Ya Alloh,
beri kemudahan. Kulafadzkan dzikir sambil terus tangan ini bekerja.
Di ambang
kematian, pikirku. Mungkin saat ini Izrail tepat ada disampingku sambil
menunggu waktu yang telah ditentukan. Mungkin saja, saat itu bukan pak
hendrawan yang akan diambil ruhnya melainkan aku.Oh, aku belum siap.
Kulanjutkan pekerjaanku sampai tak terasa sudah pegal semua badan ini. Kulihat
wajah dr.Andi, tampaknya dia mengerti keadaanku.Sudah cukup lama kami bergantian
memijat jantung pak Hendrawan. DC shock, alat yang kami butuhkan saat itu
sedang rusak. Ironi memang, di dalam rumah sakit yang cukup besar ini alat
penting seperti itu tidak bisa digunakan. Huft, apakah rumah sakit daerah selalu
seperti ini?,bisikku. Lelah sudah aku, begitupun beliau. Dan yaps, sudah.
Malaikat Izrail telah melakukan tugasnya. Cek pupil, midriasi penuh. Innalillahi
wainna ilaihi raji’uun.
To be continued...
PT. Bhineka Usada Raya
BalasHapusPT. Dharma Bhakti Medika Sejati
Acoma, Nonin, KTK, Endoscope Pentax, Hitachi, Chongwae
PT. Bhineka Usada Raya
BalasHapusPT. Dharma Bhakti Medika Sejati
Acoma, Nonin, KTK, Endoscope Pentax, Hitachi, Chongwae