Seorang anak kecil bercelana pendek biru tua terdiam di sebuah dipan (kursi.jawa.red) di depan rumahnya yang kecil. Rumah tembok yang nampak tua bercat warna hiju yang hampir pudar. Mungkin kalau tidak segera dicat lagi akan berwarna putih, luntur. Semilir angin sawah dan kicauan burung-burung prenjak menemani anak renungan anak itu. Dia nampak memegang map bertuliskan ijasah SMP . Tak tahu apa yang sedang dipikirkannya tapi raut mukanya mengatakan bahwa ia sedang memikirkan sesuatu yang amat penting dan krusial bagi masa depannya.
Derung kendaraan bermotor lalu-lalang di depan rumahnya yang hijau dan nampak pudar. Memang kebetulan rumahnya berada dipinggir jalan. Jalan kecil tapi ramai karena memang salah satu akses menuju tempat penambangan pasir terbaik di Indonesia (setauku). Anak kecil berseragam SMP itu bernama Mustafa Zaini. Itu aku sendiri. Nama yang bagus yang diberikan oleh nenekku ketika aku menangis untuk pertama kali. Ketika aku bertanya arti nama itu,ayah dan ibuku dengan bangga mengatakan "Mustafa itu artinya terpilih, dan Zaini itu berarti perhiasan". Nama yang bagus memang. Anak yang diharapkan menjadi seorang yang terpilih sekaligus sebagai perhiasan untuk dirinya dan keluarga. Itu terjemahanku sendiri. Aku tidak pernah bertanya apa yang diharapkan oleh orang tuaku dengan memberiku nama tersebut.
Kembali ke anak SMP. Ya, aku baru saja lulus SMP favorit di daerahku. Dan lagi aku menjadi lulusan terbaik kedua di SMP itu. SMP N Mutian yang merupakan SMP tertua di daerahku.Tidak seperti anak-anak yang lainnya ketika lulus kemudian bersenang-senang dan bersiap masuk ke SMA pilihan mereka, aku justru bingung mau ngapain dengan ijasahku ini dan beberapa lembar sertifikat kejuaraan yang pernah aku ikuti. Tak ada gambaran mau kemana.
Keluargaku bukan termasuk keluarga yang kaya raya. Keluarga PNS biasa yang cukup untuk sekedar bertahan hidup. Keluarga yang religius dan aku merasa beruntung karenanya. Keluarga yang selalu mendukung anaknya untuk selalu maju dan berprestasi. Keluargaku terutama ayahku sangat aku hormati (memperhalus kata takut mungkin). Itu membuatku menjadi anak penurut dan menurut beliau itu adalah gambaran anak yang berbakti sebelum aku sadar bahwa aku juga punya hak untuk menentukan jalanku sendiri.
"Fa,besok kamu masuk pesantren saja. Supaya menjadi kyai terkenal. Ikut jalannya kanjeng Nabi",kata beliau pada suatu sore.
Keajaiban terjadi," Pak menawi angsal kulo pengen nerasaken wonten SMA",baru kali ini aku berani mengutarakan pendapatku ke beliau..
cont'd..
ga tau kamu bisa menulis.
BalasHapusif you keep writing, who knows can make a great masterpiece kayak tetralogi laskar pelangi. ameen.
selamat ya, mus.
aduh malu aku..ni masih acak2kan banget..belum tak edit lagi jadi first writing..yah cuma sebagai sambilan aja ain..masih harus banyak belajar..
BalasHapusmas musthofa, izin ngelink blognya ya.
BalasHapusmaturnuwun.